Rabu, 31 Oktober 2012

Manusia Dan Keindahan

Indahnya Persahabatan


Sahabat...
Sahabat sejati adalah mereka yang mampu membuat hal yang sederhana menjadi sesuatu yang membuat kita bahagia.
Sahabat adalah mereka yang saling memahami, percaya, berbagi, dan memaafkan. Mereka yang selalu setia melalui saat baik dan saat buruk.
Sahabat adalah mereka yang mampu mengeluarkan kemampuan terbaik yang ada dalam diri kita. Mereka yang selalu memberimu semangat.
Sahabat bukan mereka yang menghampirimu ketika butuh, namun mereka yang tetap bersamamu ketika seluruh dunia menjauh.

Sahabat yang baik tidak akan mencelakai, tetapi sahabat yang baik akan menasehati, melindungi dan tulus mengasihi.
Orang hadir dihidupmu karena ada sebuah alasan. Mereka berimu bahagia dan kecewa. Ada yang sesaat tetapi ada juga yang selamanya, yaitu sahabat.

Indahnya persahabatan adalah saat kita memberi tak mengharapkan balasan. Ada tawa saat dalam kesedihan. 
Jangan pernah memandang rendah arti persahabatan, karena dalam hidup ini kita tak akan mampu melangkah seorang diri tanpa sahabat.
Jangan pernah sakiti sahabat, karena sahabat adalah cara Tuhan menunjukkan bahwa Dia tidak ingin kita sendirian menjalani hidup ini :)

Manusia Dan Penderitaan

Coba Renungkan!

Kemiskinan...
Itulah realita yang dialami oleh sebagian warga negara kita. Beratnya beban hidup yang harus mereka pikul. Sulitnya ekonomi menjadi masalah untuk mereka menyambung hidup. Lapangan pekerjaan tak ada, rumah mereka tak layak untuk dihuni, pangan seadanya dan lingkungan sekitar yang tidak mendukung. Biaya untuk sekolah pun mereka tak punya.
Hidup di lingkungan kumuh tidak menjamin kesehatan diri mereka yang dapat mengancam keselamatan diri mereka. Inilah cobaan yang diberikan Allah kepada mereka.

Miris memang... Tetapi walau keadaan seperti itu, mereka tetap berusaha, tetap berikhtiar dan pantang menyerah. Apapun pekerjaannya mereka kerjakan demi mencari nafkah untuk keluarganya. 

Tetapi coba bedakan dengan orang-orang yang hidupnya lebih dari cukup. Mereka hidupnya sejahtera, rumah mewah, harta berlimpah, kesehatan dan makanan terjamin.

Tetapi Allah itu Maha Adil. Terkadang orang yang hidupnya lebih berkecukupan, diberi cobaan oleh Allah keluarga mereka yang tidak harmonis. Sedangkan sebaliknya, orang-orang yang tidak berkecukupan diberi nikmat dengan keluarga yang selalu rukun dan harmonis.

Maka dari itu hiduplah sederhana. Dan bagi orang-orang yang berkecukupan, mari mulai sekarang sisihkan sebagian harta kita demi membantu sesama. Berbagi itu indah :)

Kamis, 18 Oktober 2012

Narsis Anak Manajemen :D




Manusia Dan Cinta Kasih




Love, Love, Love




Cinta...
Sebuah kata yang memiliki jutaan makna. Siapapun dapat merasakan cinta karena cinta adalah sebuah perasaan yang murni dari dalam hati setiap insan manusia. Cinta tanpa sadar sangat mudah dirasakan tetapi kadang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.

Cinta itu anugrah...
Cinta itu kebahagiaan...
Cinta itu kasih sayang...
Cinta itu pengorbanan...


Cinta itu kekuatan...
Cinta itu saling mengerti ...
Cinta itu apa adanya...

Dengan kasih sayang dan cinta, suasana yang kelam dapat menjadi terang. Dengan cinta, hati yang sedang kelabu dapat menjadi berbunga-bunga. Itulah cinta karenanya semua bahagia...

Setiap orang berhak mendapatkan cinta. Kita dapat membagi cinta kepada siapapun. 
Cinta kepada Tuhan...
Cinta kepada kedua orangtua...
Cinta kepada pasangan...
Cinta kepada teman...
Cinta kepada sahabat...
Cinta kepada hewan dan tumbuhan...
Serta cinta kepada sesama...

Sebuah cinta yang benar-benar tulus adalah cinta seorang ibu kepada anaknya. Cinta yang tak pernah luntur sampai akhir hayat. Ibu selalu tulus menyayangi dan selalu menjaga kita dalam keadaan apapun.

Oh ibu... Kaulah segalanya. Engkaulah penyemangat hidupku. Tanpa hadirmu hidup didunia tak akan berarti. Cinta yang paling sempurna adalah engkau, ibu...

Jangan pernah membuat kecewa orang yang kita sayangi maupun orang yang menyayangi kita. Jadilah yang terbaik demi membuat mereka bahagia. Karna bahagianya mereka adalah bahagianya kita juga :)

Do the best guys :')

Rabu, 17 Oktober 2012

Suku Baduy



         Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan “Baduy” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau “orang Kanekes” sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).

Asal Usul Suku Baduy

            Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
            Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai ‘Tatar Sunda’ yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.
            Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun 1928, menyangkal teori tersebut. Menurut dia, orang Baduy adalah penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar (Garna, 1993b: 146). Orang Baduy sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa mereka berasal dari orang-oraang pelarian dari Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan Djatisunda (1986: 4-5) orang Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala’ (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau ‘Sunda Asli’ atau Sunda Wiwitan (wiwitann=asli, asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan. Raja yang menjadikan wilayah Baduy sebagai mandala adalah Rakeyan Darmasiksa.
            Ada versi lain dari sejarah suku baduy, dimulai ketika Kian Santang putra prabu siliwangi pulang dari arabia setelah berislam di tangan sayyidina Ali. Sang putra ingin mengislamkan sang prabu beserta para pengikutnya. Di akhir cerita, dengan ‘wangsit siliwangi’ yang diterima sang prabu, mereka berkeberatan masuk islam, dan menyebar ke penjuru sunda untuk tetap dalam keyakinannya. Dan Prabu Siliwangi dikejar hingga ke daerah lebak (baduy sekarang), dan bersembunyi hingga ditinggalkan. Lalu sang prabu di daerah baduy tersebut berganti nama dengan gelar baru Prabu Kencana Wungu, yang mungkin gelar tersebut sudah berganti lagi. Dan di baduy dalamlah prabu siliwangi bertahta dengan 40 pengikut setianya, hingga nanti akan terjadi perang saudara antara mereka dengan kita yang diwakili oleh ki saih seorang yang berupa manusia tetapi sekujur tubuh dan wajahnya tertutupi oleh bulu-bulu laiknya monyet.dan ki saih ini kehadirannya di kita adalah atas permintaan para wali kepada Allah agar memenangkan kebenaran.



Kepercayaan

            Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep “tanpa perubahan apapun”, atau perubahan sesedikit mungkin:
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
            Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Di bidang pertanian, bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat sederhana, tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak membuat terasering, hanya menanam dengan tugal, yaitu sepotong bambu yang diruncingkan. Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya, sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang. Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar.
        Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).
            Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.

Struktur Pemerintahan

            Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu “puun”. Struktur pemerintahan secara adat Kanekes adalah sebagaimana tertera pada Gambar 1.
            Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah “puun” yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan puun tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.
            Pelaksana sehari-hari pemerintahan adat kapuunan (kepuunan) dilaksanakan oleh jaro, yang dibagi ke dalam empat jabatan, yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampung (Makmur, 2001).

Bahasa

            Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes ‘dalam’ tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.

Wilayah

            Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari   Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20°C.


Mata Pencaharian

            Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.