Jumat, 20 November 2015

Contoh Perusahaan Dalam Negeri dan Luar Negeri Yang Terlibat Kasus Dalam Beretika Bisnis



 A. Perusahaan Dalam Negeri

Pelanggaran Etika Produksi Yang Dilakukan Oleh Produk HIT di Indonesia

Produk HIT dianggap merupakan anti nyamuk yang efektif dan murah untuk menjauhkan nyamuk dari kita. Tetapi ternyata murahnya harga tersebut juga membawa dampak negatif bagi konsumen HIT. Telah ditemukan zat kimia berbahaya didalam kandungan kimia HIT yang dapat membahayakan kesehatan konsumennya, yaitu propoxur dan diklorvos. Dua zat ini berakibat buruk bagi manusia, antara lain keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati, dan kanker lambung. Obat anti nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1A (jenis semprot) dan HIT 17L (cair isi ulang). Departemen Pertanian juga telah mengeluarkan larangan penggunaan diklorvos untuk perstisida dalam rumah tangga sejak awal 2004 (sumber : Republika Online). Hal itu membuat kita dapat melihat dengan jelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi masyarakat umum sebagai konsumen. Produsen masih dapat menciptakan produk baru yang berbahaya bagi konsumen tanpa inspeksi pemerintah. PT. Megasari tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang adanya zat-zat berbahaya didalam produk mereka. Akibatnya, kesehatan konsumen dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi HIT. Selain itu, PT. Megasari tidak pernah memberi indikasi penggunaan pada produk mereka dimana seharusnya apabila sebuah kamar disemprot dengan pestisida harus dibiarkan selama setengah jam sebelum boleh dimasuki lagi. PT. Megasari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT tersebut tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut. Seharusnya, produk HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan tetapi mereka tetap menjualnya walaupun sudah ada korban dari produknya.

Analisis :
PT. Megasari Makmur sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan dua zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen yang menggunakan produk mereka. Meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji menarik produknya, namun permintaan maaf itu hanyalah sebuah klise dan penarikan produk tersebut seperti tidak dilakukan secara sungguh-sungguh karena produk tersebut masih ada di pasaran. Disini perusahaan seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan atau loyalitas konsumen terhadap produk itu sendiri.

B. Perusahaan Luar Negeri

Kasus Pada Produk Johnson & Johnson

Johnson & Johnson adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam pembuatan dan pemasaran obat-obatan dan alat kesehatan lainnya di banyak negara di dunia. Tylenol adalah obat rasa nyeri yang diproduksi oleh McNeil Consumer Product Company yang kemudian menjadi bagian anak perusahaan Johnson & Johnson. Tingkat penjualan tylenol sangat mengagumkan dengan pangsa pasar 35% di pasar obat analgetika peredam nyeri atau setara dengan 7% dari total penjualan grup Johnson & Johnson dan kira-kira 15 hingga 20% dari laba perusahaan itu.
Pada hari kamis tanggal 30 September 1982, laporan mulai diterima oleh kantor pusat Johnson & Johnson bahwa adanya korban meninggal dunia di Chicago setelah meminum kapsul obat extra strength tylenol. Kasus kematian ini menjadi awal penyebab rangkaian crisis management yang telah dilakukan oleh Johnson & Johnson. Pada kasus itu, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi tylenol di Chicago. Setelah diselidiki, ternyata tylenol itu mengandung racun sianida. Meski penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggungjawab. Johnson & Johnson segera menarik 31 juta botol tylenol di pasaran dan mengumumkan agar konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga pengumuman lebih lanjut. Johnson & Johnson bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOM-nya Amerika Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan keracunan itu disebabkam oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol tylenol. Biaya yang dikeluarkan Johnson & Johnson dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, karena kesigapan dan tanggungjawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu kasus itu diselesaikan, tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih aman dan produk itu segera kembali menjadi pemimpin pasar.

Analisis :
Kasus ini merupakan contoh kasus dimana perusahaan telah melanggar kode etis dengan tidak memperhatikan keselamatan dari konsumen. Pada kasus ini dari pihak Johnson & Johsnon dengan cepat menyelesaikan masalah ini. Pihak Johnson melakukan upaya dengan cara memberitakan semua proses produksi dan quality controlnya ke publik, tidak hanya pada penyidik. Dan tentunya data QA procedures tersebut menjadi makanan empuk bagi industrial intelligence para pesaing. Dalam dua atau tiga hari saja semua inventaris tylenol ditarik dari semua rak supermarket dan drugstores secara nasional, dan semua produksi tylenol berhenti. Esensinya adalah bahwa Johnson & Johnson tidak akan pernah lari tanggungjawab pada publik dan secara proaktif memperbaiki perilakunya sendiri meski indikasinya kemudian mulai mengarah ke tindakan usil dan bukan kebocoran kualitas di pabrik-pabrik tylenol.