A. Perusahaan Dalam Negeri
Pelanggaran Etika Produksi Yang Dilakukan Oleh Produk HIT di Indonesia
Produk HIT dianggap merupakan
anti nyamuk yang efektif dan murah untuk menjauhkan nyamuk dari kita. Tetapi
ternyata murahnya harga tersebut juga membawa dampak negatif bagi konsumen HIT.
Telah ditemukan zat kimia berbahaya didalam kandungan kimia HIT yang dapat
membahayakan kesehatan konsumennya, yaitu propoxur dan diklorvos. Dua zat ini
berakibat buruk bagi manusia, antara lain keracunan terhadap darah, gangguan
syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati, dan
kanker lambung. Obat anti nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT
2,1A (jenis semprot) dan HIT 17L (cair isi ulang). Departemen Pertanian juga
telah mengeluarkan larangan penggunaan diklorvos untuk perstisida dalam rumah
tangga sejak awal 2004 (sumber : Republika Online). Hal itu membuat kita dapat
melihat dengan jelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi
masyarakat umum sebagai konsumen. Produsen masih dapat menciptakan produk baru
yang berbahaya bagi konsumen tanpa inspeksi pemerintah. PT. Megasari tidak
pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang adanya zat-zat berbahaya
didalam produk mereka. Akibatnya, kesehatan konsumen dibahayakan dengan alasan
mengurangi biaya produksi HIT. Selain itu, PT. Megasari tidak pernah memberi
indikasi penggunaan pada produk mereka dimana seharusnya apabila sebuah kamar
disemprot dengan pestisida harus dibiarkan selama setengah jam sebelum boleh
dimasuki lagi. PT. Megasari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT
tersebut tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang
tersebut. Seharusnya, produk HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan tetapi mereka tetap menjualnya
walaupun sudah ada korban dari produknya.
Analisis :
PT. Megasari Makmur sudah
melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan dua zat berbahaya
pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen yang menggunakan produk
mereka. Meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji
menarik produknya, namun permintaan maaf itu hanyalah sebuah klise dan penarikan
produk tersebut seperti tidak dilakukan secara sungguh-sungguh karena produk
tersebut masih ada di pasaran. Disini perusahaan seharusnya lebih mementingkan
keselamatan konsumen yang menggunakan produknya karena dengan meletakkan
keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri
akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan atau loyalitas
konsumen terhadap produk itu sendiri.
B. Perusahaan Luar Negeri
Kasus Pada Produk Johnson & Johnson
Johnson & Johnson adalah
perusahaan manufaktur yang bergerak dalam pembuatan dan pemasaran obat-obatan
dan alat kesehatan lainnya di banyak negara di dunia. Tylenol adalah obat rasa
nyeri yang diproduksi oleh McNeil Consumer Product Company yang kemudian
menjadi bagian anak perusahaan Johnson & Johnson. Tingkat penjualan tylenol
sangat mengagumkan dengan pangsa pasar 35% di pasar obat analgetika peredam
nyeri atau setara dengan 7% dari total penjualan grup Johnson & Johnson dan
kira-kira 15 hingga 20% dari laba perusahaan itu.
Pada hari kamis tanggal 30
September 1982, laporan mulai diterima oleh kantor pusat Johnson & Johnson
bahwa adanya korban meninggal dunia di Chicago setelah meminum kapsul obat
extra strength tylenol. Kasus kematian ini menjadi awal penyebab rangkaian
crisis management yang telah dilakukan oleh Johnson & Johnson. Pada kasus
itu, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi tylenol
di Chicago. Setelah diselidiki, ternyata tylenol itu mengandung racun sianida.
Meski penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggungjawab.
Johnson & Johnson segera menarik 31 juta botol tylenol di pasaran dan
mengumumkan agar konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga pengumuman
lebih lanjut. Johnson & Johnson bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA
(BPOM-nya Amerika Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan
keracunan itu disebabkam oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol
tylenol. Biaya yang dikeluarkan Johnson & Johnson dalam kasus itu lebih
dari 100 juta dollar AS. Namun, karena kesigapan dan tanggungjawab yang mereka
tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun reputasi bagus yang masih
dipercaya hingga kini. Begitu kasus itu diselesaikan, tylenol dilempar kembali
ke pasaran dengan penutup lebih aman dan produk itu segera kembali menjadi
pemimpin pasar.
Analisis :
Kasus ini merupakan contoh kasus
dimana perusahaan telah melanggar kode etis dengan tidak memperhatikan
keselamatan dari konsumen. Pada kasus ini dari pihak Johnson & Johsnon
dengan cepat menyelesaikan masalah ini. Pihak Johnson melakukan upaya dengan
cara memberitakan semua proses produksi dan quality controlnya ke publik, tidak
hanya pada penyidik. Dan tentunya data QA procedures tersebut menjadi makanan
empuk bagi industrial intelligence para pesaing. Dalam dua atau tiga hari saja
semua inventaris tylenol ditarik dari semua rak supermarket dan drugstores
secara nasional, dan semua produksi tylenol berhenti. Esensinya adalah bahwa
Johnson & Johnson tidak akan pernah lari tanggungjawab pada publik dan
secara proaktif memperbaiki perilakunya sendiri meski indikasinya kemudian
mulai mengarah ke tindakan usil dan bukan kebocoran kualitas di pabrik-pabrik
tylenol.